
Dari MPLS ke SRv6: Kenapa Backbone Harus Upgrade?
Kalau kamu pernah berkecimpung di dunia jaringan backbone, pasti sudah tidak asing lagi dengan MPLS. Banyak engineer, termasuk saya sendiri, pernah merasakan betapa rumitnya saat troubleshooting MPLS, terutama ketika harus tracing label yang bertumpuk-tumpuk. Kadang, label stack yang terlalu kompleks bikin kepala pusing sendiri. Di sinilah SRv6 mulai terdengar seperti angin segar—solusi yang menawarkan simplicity, tanpa harus terjebak dalam labirin label.
SRv6, atau Segment Routing berbasis IPv6, membawa pendekatan baru yang jauh lebih sederhana. Di sini, setiap paket IPv6 bisa membawa instruksi routing langsung dalam header-nya. Jadi, alih-alih mengandalkan label MPLS yang harus di-interpretasi node per node, SRv6 memanfaatkan kemampuan native dari IPv6 untuk menyisipkan “Segment ID” (SID) yang berisi instruksi perjalanan paket. Dengan kata lain, kamu bisa mengatur jalur paket secara lebih fleksibel dan transparan, tanpa perlu tumpukan label yang membingungkan.
Menariknya, perubahan ini tidak hanya berdampak pada sisi routing saja. Transport backbone yang dulu sangat bergantung pada DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) kini mulai digeser oleh transport berbasis SRv6. Kenapa? Karena SRv6 menawarkan fleksibilitas dan efisiensi biaya yang lebih baik. Studi terbaru dari CiscoLive 2025 bahkan menyebutkan bahwa beberapa operator besar di Eropa sudah berencana untuk melakukan phase out DWDM pada kuartal kedua 2025. Ini bukan sekadar tren, tapi tanda bahwa backbone global sedang mengalami transformasi besar.
SRv6 juga membawa keuntungan lain yang sangat relevan untuk layanan seperti Ethernet Private Line (EPL). Kalau sebelumnya kamu harus mengandalkan sistem tumpukan label klasik untuk mendukung layanan ini, sekarang SRv6 bisa mendukung EPL secara native. Tidak perlu lagi layer-layer tambahan yang memperumit konfigurasi dan troubleshooting. Proses provisioning layanan backbone pun jadi lebih agile, lebih cepat, dan—yang paling penting—tidak bikin kepala pening.
Research shows, SRv6 memungkinkan instruksi routing dikodekan langsung dalam header IPv6 sesuai RFC 8986, sehingga provisioning layanan backbone menjadi lebih efisien dan scalable. Dengan konfigurasi yang lebih sederhana, tim jaringan bisa lebih fokus pada inovasi dan pengembangan layanan baru, bukan sekadar firefighting masalah label MPLS.
Jadi, jika kamu bertanya kenapa backbone harus upgrade dari MPLS ke SRv6, jawabannya sederhana: demi kesederhanaan, efisiensi, dan kesiapan menghadapi kebutuhan jaringan masa depan.
Dekode Fitur SRv6: Header, SID, dan Aksi-aksi di Balik Paket
Saat kamu mulai mendalami SRv6 (Segment Routing over IPv6), hal pertama yang akan kamu temui adalah bagaimana teknologi ini benar-benar memanfaatkan kemampuan IPv6. SRv6 tidak sekadar menempel pada protokol lama, melainkan membangun sesuatu yang baru di atas pondasi IPv6. Salah satu fitur utama adalah penggunaan IPv6 Extension Header untuk membawa Segment Routing Header (SRH). Di sinilah instruksi routing dimasukkan langsung ke dalam paket, bukan lagi sekadar informasi tambahan.
Berbeda dengan MPLS yang menggunakan label numerik, SRv6 memperkenalkan Segment Identifier (SID) dalam bentuk alamat IPv6. Ini artinya, setiap instruksi atau tujuan dalam jaringan bisa diwakili oleh sebuah alamat IPv6 yang unik. Dengan format ini, kamu tidak hanya mendapatkan fleksibilitas lebih, tapi juga kemudahan integrasi dengan ekosistem IPv6 yang sudah ada. Seperti yang dijelaskan dalam berbagai studi, “SRv6 extends Segment Routing support with the IPv6 data plane, differing from MPLS by using IPv6 addresses instead of labels.”
Menariknya, instruksi routing atau yang disebut SRv6 Network Instructions benar-benar di-encode ke dalam header paket IPv6. Tidak perlu lagi tabel forwarding yang rumit di setiap node. Setiap paket membawa sendiri “petunjuk jalan” yang harus diikuti. Ini membuat proses forwarding menjadi lebih deterministic. Kamu bisa mengatur path sedetail mungkin, bahkan hingga ke level aplikasi atau kebutuhan spesifik layanan. Penelitian terbaru di data center AI juga menunjukkan bahwa SRv6 memungkinkan GPU untuk memilih jalur secara presisi, meningkatkan resiliensi dan skalabilitas jaringan tanpa perlu status kompleks di router.
Bagaimana dengan perangkat yang belum mendukung SRv6? Tenang saja, SRv6 tetap mempertahankan backward compatibility. Router yang “SRv6-unaware” masih bisa memproses paket dengan melakukan lookup IPv6 klasik. Jadi, transisi ke SRv6 tidak harus serentak, kamu bisa melakukannya bertahap tanpa mengorbankan stabilitas jaringan.
Semua inovasi ini berakar pada RFC 8986, yang menjadi fondasi network programming di SRv6. Standar ini memastikan bahwa meski SRv6 adalah teknologi baru, tetap ada pedoman internasional yang jelas. Dengan pendekatan ini, SRv6 bukan hanya sekadar evolusi segment routing, tapi juga membuka jalan untuk programabilitas jaringan yang jauh lebih luas dan fleksibel.
Kenapa SRv6 Disukai Data Center AI? Cerita Seru di Lapangan
Kalau kamu pernah mengelola data center yang fokus pada AI, pasti tahu betapa pentingnya jalur data yang stabil dan minim delay. Di lingkungan seperti ini, GPU sering berperan sebagai ‘supir’ utama yang mengarahkan lalu lintas data berukuran besar dan intensitas tinggi. Mereka butuh jalur yang benar-benar pasti, tanpa kejutan di tengah jalan. Nah, inilah salah satu alasan kenapa SRv6 (Segment Routing over IPv6) mulai jadi primadona di dunia data center AI.
SRv6 membawa kemampuan deterministic path selection ke level berikutnya. Artinya, kamu bisa menentukan rute data secara presisi, sehingga traffic AI yang berat tetap berjalan lancar tanpa bottleneck. Ini sangat krusial, apalagi saat workload training AI yang biasanya sangat sensitif terhadap delay. Dengan SRv6, kamu tidak hanya mengatur jalur, tapi juga memastikan data sampai ke tujuan tanpa hambatan berarti.
Ada cerita menarik dari seorang rekan yang pernah migrasi dari routing tradisional ke SRv6 di salah satu data center AI. Awalnya, mereka sering mengalami masalah saat traffic training AI melonjak. Routing konvensional kadang tidak bisa mengimbangi kebutuhan jalur yang konsisten. Setelah beralih ke SRv6, deployment training AI jadi jauh lebih reliable dan scalable. “Sekarang, workload AI kami bisa diatur dengan lebih fleksibel, tanpa takut jalur tiba-tiba berubah atau terputus,” katanya.
Salah satu keunggulan utama SRv6 adalah sifatnya yang stateless. Jadi, meskipun ada perubahan status pada node upstream, jalur data tetap bisa berjalan dengan mulus. Tidak perlu lagi repot-repot menyimpan state di setiap node, yang biasanya jadi sumber masalah di jaringan besar. Ini membuat manajemen jalur dan proteksi jauh lebih sederhana, sesuatu yang sangat kamu butuhkan di era workload AI dan cloud modern.
Menariknya, research shows bahwa sejak 2023, SRv6 mulai diadopsi sebagai standar di banyak data center Eropa dan Amerika. Mereka melihat SRv6 bukan hanya sebagai solusi teknis, tapi juga sebagai fondasi untuk backbone jaringan masa depan. Dengan dukungan pada IPv6, SRv6 memanfaatkan keunggulan addressing yang luas dan fleksibilitas dalam segment routing, sehingga cocok untuk kebutuhan AI yang terus berkembang.
Jadi, kalau kamu sedang mempertimbangkan upgrade infrastruktur data center untuk AI, SRv6 jelas patut masuk dalam radar. Pengalaman di lapangan membuktikan, teknologi ini bukan sekadar tren, tapi benar-benar membawa perubahan nyata dalam hal keandalan, efisiensi, dan kemudahan manajemen jaringan.
SRv6 dan Network Programming: Skenario Kreatif di Dunia Nyata
Jika kamu pernah bertanya-tanya bagaimana jaringan backbone modern bisa begitu fleksibel dan responsif, jawabannya seringkali ada pada teknologi seperti SRv6. Dengan mengadopsi Segment Routing berbasis IPv6 (SRv6), kamu sebenarnya sedang melihat evolusi besar dalam cara jaringan diatur dan diprogram. Salah satu kunci inovasi ini adalah network programming yang diatur lewat RFC 8986. Standar ini memungkinkan instruksi khusus ditulis langsung ke dalam header IPv6, bukan sekadar mengandalkan label MPLS seperti dulu.
Bayangkan kamu mengelola layanan video streaming yang harus selalu prioritas, terutama saat traffic melonjak. Dengan SRv6, kamu bisa meng-encode Segment Identifier (SID) yang unik untuk layanan ini. Setiap paket data video bisa diarahkan ke jalur khusus, tanpa harus mengubah seluruh konfigurasi jaringan. Ini seperti memberi “jalur tol” digital untuk traffic tertentu—praktis, cepat, dan sangat presisi.
Ada lagi sisi menarik dari SRv6 yang sering disebut sebagai wild card dalam dunia jaringan. Coba bayangkan, jika ada library ‘jalan pintas digital’, SRv6 memungkinkan kamu sebagai admin untuk “ngoding rute” layaknya developer yang menulis fitur aplikasi. Skenario ini bukan lagi fiksi. Dengan SRv6, kamu bisa menulis instruksi routing langsung ke dalam paket, mengatur path, bahkan menambahkan logika tertentu sesuai kebutuhan bisnis. Research shows bahwa fleksibilitas ini sangat membantu data center AI, di mana GPU bisa memilih jalur data yang paling optimal secara deterministik dan stateless.
Dalam hal troubleshooting, SRv6 juga membawa angin segar. Biasanya, tracing arus data di jaringan MPLS butuh decode tumpukan label yang rumit. Namun dengan SRv6, kamu cukup membaca header IPv6 yang sudah berisi instruksi lengkap. Proses tracing jadi lebih simpel, transparan, dan cepat. Ini sangat membantu saat terjadi insiden dadakan atau lonjakan trafik musiman. Tak perlu lagi panik bongkar label satu per satu.
SRv6 Network Programming juga memudahkan adaptasi jaringan terhadap perubahan kebutuhan. Misal, saat ada event besar atau serangan DDoS, kamu bisa dengan cepat mengubah jalur traffic tanpa harus mematikan layanan lain. Bahkan, format SRv6 SID sangat fleksibel—bisa dikustom layaknya QR code untuk path tertentu. Studi terbaru menegaskan, “SRv6 SIDs are represented as IPv6 addresses with a special format, used for network programming.” Artinya, kamu bebas berkreasi dengan path dan instruksi sesuai kebutuhan.
Dengan semua fitur ini, SRv6 membuka peluang baru untuk skenario kreatif di dunia nyata. Kamu tidak hanya mengelola jaringan, tapi juga bisa “memprogram” jaringan layaknya aplikasi digital.
SRv6 Security Considerations: Jalan Bebas Hambatan, Tapi Tetap Aman
Ketika kamu bicara soal inovasi di dunia jaringan, pasti ada dua sisi mata uang: kemudahan dan risiko. SRv6, sebagai evolusi segment routing berbasis IPv6, memang menawarkan banyak keunggulan untuk backbone masa depan. Tapi jangan lengah—setiap teknologi baru juga membawa tantangan keamanan yang tidak boleh dianggap remeh. SRv6 memperkenalkan risiko baru, terutama pada layer IPv6 dan Segment Routing Header (SRH), sehingga butuh proteksi ekstra di setiap lini.
Diskusi soal keamanan SRv6 bukan cuma isapan jempol. Di segment-routing.net/conferences/Paris25/, para ahli jaringan membahas secara mendalam ancaman spoofing dan manipulasi Segment Identifier (SID). Bayangkan jika seseorang berhasil memanipulasi SID, lalu mengarahkan traffic ke jalur yang tidak seharusnya—bisa-bisa seluruh “tol digital” backbone ISP kamu diambil alih. Ini bukan sekadar teori, tapi ancaman nyata yang sudah jadi perhatian utama di komunitas jaringan global.
Lalu, apa yang bisa kamu lakukan? Ada beberapa best practice yang sudah mulai diadopsi oleh para operator jaringan:
- Filtering extension header: Jangan biarkan sembarang extension header lewat tanpa pemeriksaan. Filtering ini jadi garis pertahanan pertama agar SRH yang tidak sah langsung diblokir.
- Segment list validation: Validasi setiap segment list pada SRv6, pastikan tidak ada instruksi aneh atau jalur yang tidak dikenal.
- Monitoring traffic: Pantau lalu lintas secara real-time untuk mendeteksi pola anomali atau potensi serangan lebih awal.
Kebijakan keamanan SRv6 juga harus selalu mengacu pada dokumen IETF terbaru, seperti draft-ietf-spring-srv6-security. Dokumen ini jadi rujukan penting karena terus diperbarui sesuai perkembangan ancaman dan solusi di lapangan. Research shows bahwa mengikuti standar IETF bisa membantu operator mengurangi risiko serangan yang sifatnya baru atau belum terdeteksi.
Jangan lupa, proteksi perangkat keras dan perangkat lunak router juga sangat krusial. Jika router kamu tidak diproteksi dengan benar, ada potensi injection instruksi berbahaya ke dalam jaringan. Ini bisa terjadi lewat celah software atau konfigurasi yang kurang ketat.
Sekarang, coba bayangkan skenario terburuk: SID digunakan untuk “hijack” jalur tol digital kamu. Menakutkan, kan? Solusinya, tentu saja, adalah proteksi berlapis—mulai dari filtering, validasi, hingga monitoring dan update kebijakan keamanan secara rutin. Dengan begitu, kamu bisa tetap menikmati jalan bebas hambatan SRv6 tanpa harus khawatir soal keamanan.
Segment Routing Architecture, Evolusi, dan Masa Depan: SRv6 Tetap Relevan?
Jika kamu mengikuti perkembangan teknologi jaringan, pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah Segment Routing, khususnya SRv6. Segment Routing berbasis IPv6 (SRv6) kini menjadi fondasi penting untuk membangun jaringan masa depan, terutama bagi backbone ISP yang menuntut skalabilitas dan efisiensi tinggi. Tapi, apa sebenarnya yang membuat SRv6 begitu istimewa, dan bagaimana evolusinya hingga dianggap sebagai solusi utama untuk backbone modern?
SRv6 membawa perubahan besar dalam arsitektur jaringan. Dengan memanfaatkan data plane IPv6, SRv6 tidak lagi mengandalkan label MPLS, melainkan menggunakan alamat IPv6 sebagai instruksi rute. Artinya, setiap paket data bisa “diprogram” secara dinamis, tanpa perlu perangkat tambahan yang kompleks. Research shows bahwa pendekatan ini sangat cocok untuk mendukung Software Defined Networking (SDN), otomatisasi, hingga integrasi hybrid cloud. Semua proses routing jadi lebih mudah, fleksibel, dan hemat biaya operasional.
Prediksi ke depan pun cukup berani. Banyak analis memperkirakan bahwa SRv6 akan mendominasi backbone ISP selama dekade berikutnya. Alasannya? Skalabilitas SRv6 yang luar biasa, kemampuannya mengakomodasi pertumbuhan trafik data, dan fleksibilitasnya untuk berbagai use case—mulai dari layanan Ethernet Private Line (EPL) sampai pengelolaan trafik di data center AI. Bahkan, menurut beberapa studi, SRv6 menawarkan deterministic path selection yang sangat dibutuhkan oleh GPU di data center AI.
Namun, perjalanan menuju adopsi penuh SRv6 tidak selalu mulus. Tantangan utama masih berkutat pada edukasi teknisi, ketersediaan perangkat yang mendukung, serta integrasi ke ekosistem lama yang masih banyak menggunakan teknologi tradisional seperti MPLS atau DWDM. Seperti yang sering dikeluhkan para engineer, “Teknologi boleh canggih, tapi kalau SDM dan perangkat belum siap, ya tetap saja mandek di tengah jalan.”
Kalau kamu butuh gambaran sederhana, bayangkan SRv6 seperti GPS dengan AI super cerdas. Ia bisa mengatur rute data secara otomatis, hampir tanpa campur tangan manusia. Routing tidak lagi statis, melainkan adaptif mengikuti kebutuhan dan kondisi jaringan secara real-time.
Menariknya, isu-isu ini akan jadi topik hangat di Konferensi SRv6 Paris 2025, di mana para ahli dari seluruh dunia akan membahas masa depan segment routing dalam skala global.
Pada akhirnya, pelajaran utama dari evolusi SRv6 adalah pentingnya adaptability di era transformasi digital. SRv6 membuka peluang untuk beradaptasi secepat perubahan teknologi, memastikan jaringan backbone tetap relevan dan siap menghadapi tantangan masa depan.
(BONUS!) Cerita “Andai Data Jalan-Jalan”—Analogi SRv6 dengan Jalan Tol Masa Depan
Coba kamu bayangkan, data di jaringan itu seperti mobil-mobil yang melaju di jalan tol bertingkat. Di dunia nyata, mobil harus mengikuti rambu, penunjuk jalan, dan kadang terjebak macet karena semua orang lewat jalur yang sama. Tapi, bagaimana kalau setiap mobil punya GPS super canggih yang bisa memilih jalur tercepat, bahkan tanpa perlu petunjuk manual? Nah, di sinilah SRv6 berperan sebagai “GPS” untuk data di jaringan.
SRv6, atau Segment Routing berbasis IPv6, membawa konsep baru yang benar-benar mengubah cara data bergerak di backbone internet. Setiap paket data, layaknya mobil, bisa punya rute sendiri. Tidak lagi harus mengikuti arus utama yang padat. Dengan instruksi yang sudah tertanam di header SRv6, data bisa langsung tahu harus lewat mana, bahkan jika ada “kecelakaan” di jalan—misal, node down atau perangkat jaringan bermasalah—paket data otomatis diarahkan ke jalur alternatif, tanpa perlu campur tangan manual dari admin jaringan.
Analogi ini sebenarnya sangat membantu buat kamu yang masih baru di dunia jaringan. Kamu nggak perlu pusing dengan istilah teknis seperti “protokol” atau “data plane”. Cukup bayangkan saja, SRv6 itu seperti jalan tol digital yang super pintar. Semua kendaraan (data) bisa memilih sendiri jalur tercepat, paling aman, dan paling efisien. Tidak ada lagi kemacetan karena semua harus lewat satu pintu tol. Menariknya, riset terbaru juga menunjukkan bahwa SRv6 sangat bermanfaat untuk pusat data AI, di mana jalur data harus bisa diatur secara deterministik dan fleksibel untuk mendukung proses komputasi yang sangat besar.
Kadang, kita suka berpikir, “Andai saja transportasi di dunia nyata bisa secanggih ini, pasti nggak ada lagi macet!” Tapi, di dunia internet, impian ini sudah jadi kenyataan. Backbone internet saat ini sedang dipasangi “flyover digital”—SRv6 menjadi arsitek utama yang membangun jalur-jalur baru, membuat data bisa melaju tanpa hambatan. Studi juga menegaskan, SRv6 menawarkan solusi stateless yang scalable, bahkan mulai menggantikan teknologi lama seperti DWDM untuk transport backbone.
Jadi, kalau kamu mendengar istilah SRv6, bayangkan saja sebuah jalan tol masa depan yang selalu siap mengarahkan data ke tujuan dengan cara paling efisien. Inilah evolusi segment routing yang benar-benar membawa jaringan ke level berikutnya—lebih cepat, lebih pintar, dan siap menghadapi tantangan masa depan.