
Mengapa Threat Hunting Semakin Krusial di 2025?
Pada tahun 2025, ancaman siber tidak lagi bersifat massal dan generik. Serangan kini semakin canggih dan personal, menargetkan organisasi dengan metode yang lebih spesifik dan sulit dideteksi. Jika dulu malware menyebar secara acak, kini penyerang mempelajari pola kerja dan kelemahan sistem Anda sebelum melancarkan aksinya. Inilah mengapa threat hunting menjadi kunci utama dalam menjaga keamanan digital.
Peran seorang threat hunter kini bukan sekadar reaktif, menunggu alarm berbunyi, lalu merespons. Anda harus menjadi detektif dunia maya yang selalu satu langkah di depan penyerang. Dengan threat hunting, Anda secara aktif mencari jejak digital (Indicators of Compromise/IOC) dan menganalisis pola penyerang (Tactics, Techniques, and Procedures/TTP) sebelum ancaman berkembang menjadi insiden besar.
- Ancaman siber makin canggih dan personal: Penyerang memanfaatkan AI, social engineering, dan teknik living-off-the-land yang sulit dideteksi oleh solusi keamanan tradisional.
- Peran threat hunter proaktif: Anda tidak menunggu serangan terjadi, tapi mencari anomali, pola, dan aktivitas mencurigakan di jaringan, endpoint, hingga cloud.
- Kenaikan insiden ransomware dan penurunan pembayaran tebusan: Data 2024 menunjukkan insiden ransomware meningkat, namun pembayaran tebusan menurun. Ini menandakan pertahanan organisasi semakin baik, salah satunya berkat threat hunting yang efektif.
- Integrasi intelligence dan respons otomatis: Platform threat hunting modern kini menggabungkan threat intelligence dan automated response, sehingga deteksi dan penanganan ancaman bisa dilakukan lebih cepat dan akurat.
Pengalaman di lapangan membuktikan pentingnya threat hunting. Pernah suatu ketika, Anda menemukan jejak malware lewat traffic aneh di routing mikrotik. Saat itu, SIEM (Security Information and Event Management) belum maksimal, sehingga deteksi dini hanya bisa dilakukan dengan analisis manual dan kejelian membaca pola lalu lintas jaringan. Tanpa threat hunting, malware tersebut bisa saja berkembang menjadi insiden yang lebih besar.
“Threat hunting mempercepat deteksi insiden dan memperkuat postur keamanan organisasi.” – SANS Institute
Dengan landscape ancaman yang terus berubah, threat hunting bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan utama. Anda perlu menguasai tools seperti OSQuery dan Sigma untuk mempercepat proses pencarian IOC dan TTP, serta memanfaatkan integrasi intelligence agar selalu selangkah lebih maju dari penyerang.
IOC, TTP, dan Indikator Lain: Membaca Jejak vs Memahami Pola
Dalam dunia threat hunting, kamu akan sering mendengar istilah IOC (Indicators of Compromise) dan TTP (Tactics, Techniques, Procedures). Memahami perbedaan keduanya sangat penting agar kamu bisa menentukan strategi deteksi ancaman yang tepat dan efektif.
IOC bisa diibaratkan seperti sidik jari di tempat kejadian perkara. IOC adalah artefak digital yang muncul setelah sebuah serangan terjadi. Contohnya, file hash yang mencurigakan, alamat IP berbahaya, nama domain yang digunakan penyerang, atau registry key yang diubah malware. IOC sangat spesifik dan mudah diidentifikasi, sehingga cocok untuk deteksi otomatis menggunakan tools seperti OSQuery atau Sigma. Namun, kekurangannya, IOC biasanya baru muncul setelah serangan terjadi, sehingga sifatnya lebih reaktif.
Berbeda dengan IOC, TTP lebih fokus pada pola pikir dan kebiasaan penyerang. TTP adalah cara penyerang merencanakan, mengeksekusi, dan menyembunyikan aksinya. Misalnya, bagaimana mereka melakukan phishing, teknik lateral movement yang digunakan, atau prosedur data exfiltration. TTP memberikan gambaran lebih luas tentang motif dan pola serangan, sehingga kamu bisa mengantisipasi ancaman sebelum terjadi. Dalam analogi kartun, IOC itu seperti detektif lapangan yang mencari jejak, sedangkan TTP adalah psikolog forensik yang mencoba memahami motif dan pola perilaku pelaku.
Selain IOC dan TTP, ada juga istilah IOA (Indicators of Attack). IOA lebih menyoroti aktivitas atau perilaku yang mencurigakan, bukan hanya artefak yang sudah ada. Misalnya, proses yang tiba-tiba melakukan escalation privilege atau aplikasi yang mengakses data sensitif tanpa alasan jelas. IOA sering dianggap sebagai istilah ‘gaul’ di kalangan threat hunter karena lebih dinamis dan adaptif terhadap teknik baru penyerang.
- IOC: Jejak digital yang spesifik, mudah dideteksi, tapi seringkali sudah terlambat.
- TTP: Pola dan kebiasaan penyerang, lebih sulit dideteksi tapi sangat berguna untuk pencegahan.
- IOA: Indikator perilaku yang mencurigakan, pelengkap deteksi berbasis IOC dan TTP.
Pengalaman nyata membuktikan, dengan meneliti ulang TTP dari kasus serangan sebelumnya, kamu bisa mengantisipasi breach yang serupa di masa depan. Misalnya, saat hunting skenario ransomware, mengenali teknik lateral movement yang sama seperti pada insiden sebelumnya, bisa membuat tim keamanan lebih sigap dan responsif sebelum kerusakan meluas.
Membedah Senjata Threat Hunter: OSQuery, Sigma, dan Lainnya
Dalam dunia threat hunting, alat yang kamu gunakan sangat menentukan seberapa efektif kamu dalam mendeteksi dan merespons ancaman. Dua tools yang sering menjadi andalan para threat hunter adalah OSQuery dan Sigma. Namun, penting untuk diingat bahwa kekuatan sebenarnya ada pada kombinasi dan orkestrasi berbagai tools, bukan hanya mengandalkan satu alat saja.
OSQuery: Eksplorasi Sistem Secara Dinamis dan Real-Time
OSQuery adalah tools open-source yang memungkinkan kamu menelusuri sistem operasi layaknya menjalankan query di database SQL. Dengan OSQuery, kamu bisa melakukan eksplorasi mendalam terhadap proses, file, registry, hingga network connection secara real-time. Misalnya, kamu dapat menjalankan query seperti:
SELECT * FROM processes WHERE name = ‘ransomware.exe’;
Dengan cara ini, kamu bisa dengan cepat mencari jejak aktivitas mencurigakan tanpa harus membuka satu per satu log file. OSQuery sangat membantu dalam hunting skenario ransomware, karena kamu bisa mendeteksi perubahan file sistem, proses aneh, atau koneksi ke domain tidak dikenal secara langsung.
Sigma: Standarisasi dan Berbagi Rule Deteksi
detection: selection: EventID: 4657 ObjectName: ‘*\\SOFTWARE\\Microsoft\\Windows\\CurrentVersion\\Run*’
Pengalaman pribadi, saya pernah menyusun Sigma rule custom saat investigasi log Windows registry pada kasus penanaman backdoor. Dengan Sigma, rule tersebut bisa langsung diadaptasi ke berbagai SIEM tanpa perlu menulis ulang dari awal.
Kombinasi Tools dan Integrasi Analytics Modern
Tools open-source seperti OSQuery dan Sigma memang sangat powerful, tapi agar optimal, kamu sering perlu mengintegrasikannya dengan analytics modern seperti ELK Stack atau Splunk. Integrasi ini memungkinkan correlation data secara otomatis, visualisasi, dan alerting yang lebih cepat.
- OSQuery untuk eksplorasi sistem secara langsung
- Sigma untuk standarisasi rule deteksi
- SIEM/analytics untuk korelasi dan visualisasi
Tips penting: biasakan update rule Sigma dengan threat intelligence terbaru agar deteksi kamu selalu relevan dengan pola serangan terkini. Dengan orkestrasi yang tepat, kamu bisa mengubah data mentah menjadi insight yang actionable dalam proses threat hunting.
Studi Kasus Nyata: Hunting Ransomware Sebelum Terlambat
Bayangkan suatu pagi, jaringan kantor Anda tiba-tiba melambat drastis. Beberapa user mengeluh tidak bisa mengakses file penting, bahkan muncul pesan tebusan (ransom note) di layar mereka. Inilah skenario nyata yang sering dihadapi tim keamanan siber. Dalam situasi seperti ini, kecepatan dan ketepatan dalam threat hunting sangat krusial untuk mencegah kerugian lebih besar.
Langkah Awal: Deteksi Anomali Traffic dan IOC
Proses hunting dimulai dari mendeteksi anomali traffic pada jaringan. Anda bisa menggunakan tools seperti OSQuery untuk memonitor aktivitas endpoint secara real time. Ketika ditemukan traffic mencurigakan, langkah selanjutnya adalah mencocokkan dengan Indicators of Compromise (IOC) yang sudah dikenal secara global, seperti hash file malware atau domain command & control yang sering digunakan pelaku ransomware.
- Contoh IOC: hash file ransomware, domain C2, alamat IP penyerang.
- Tools: OSQuery, Threat Intelligence Platform, SIEM.
Investigasi Lanjut: Analisa Behavior dan TTP
Setelah menemukan IOC yang cocok, Anda perlu mendalami lebih lanjut dengan menganalisa behavior process dan upaya privilege escalation. Di sinilah konsep Tactics, Techniques, and Procedures (TTP) sangat membantu. Misalnya, pelaku ransomware sering menggunakan teknik tertentu untuk mendapatkan akses administrator sebelum mengenkripsi file.
- Menganalisa proses yang berjalan tidak wajar.
- Mencari jejak upaya privilege escalation di log sistem.
Deteksi Persistence Mechanism dengan Sigma Rule
Untuk mendeteksi persistence mechanism (cara malware bertahan di sistem), Anda bisa memanfaatkan Sigma rule. Sigma adalah format rule universal untuk mendeteksi pola serangan di berbagai platform SIEM. Misalnya, Anda bisa membuat rule untuk mendeteksi perubahan registry yang tidak biasa, yang sering digunakan ransomware agar tetap aktif setelah restart.
detection: selection: EventID: 4657 ObjectType: ‘Registry’ NewValue: ‘*ransomware*’
Pentingnya Kolaborasi Tim
Selama proses hunting, kolaborasi antar tim sangat penting. Tanpa komunikasi yang jelas antara SOC, IT, dan manajemen, langkah mitigasi bisa terlambat. Koordinasi cepat membantu isolasi perangkat terinfeksi dan mencegah penyebaran ransomware ke seluruh jaringan.
“Waktu adalah musuh utama saat memburu ransomware.” – Arif Wijaya, SOC Lead
Studi kasus ini menunjukkan bahwa threat hunting bukan sekadar mencari IOC, tapi juga memahami pola serangan (TTP) dan pentingnya kerja sama tim dalam merespons insiden secara efektif.
Wild Card: Analog Terbesar Ancaman Digital—Threat Hunting vs Main Catur
Jika kamu pernah bermain catur, pasti tahu bahwa permainan ini bukan sekadar soal menggerakkan bidak. Ada seni membaca lawan, mengantisipasi langkah, bahkan kadang harus “berpikir di luar kotak” agar tidak terjebak strategi musuh. Nah, threat hunting di dunia keamanan siber sangat mirip dengan permainan catur ini.
Dalam threat hunting, kamu bukan hanya mencari indikator kompromi (IOC) seperti file mencurigakan atau IP address berbahaya. Lebih dari itu, kamu harus memahami pola penyerang (TTP—Tactics, Techniques, and Procedures), membaca jejak digital, dan mengantisipasi langkah berikutnya. Sama seperti catur, kamu harus sabar, teliti, dan kreatif. Tidak jarang, penyerang sengaja membuat “jebakan” agar tim keamanan bereaksi secara predictable—misalnya, dengan membuat alert palsu atau memancing respons otomatis dari sistem deteksi.
Threat hunting bukan proses yang selalu bisa dipecahkan dengan satu “template” atau solusi standar. Kadang, kamu harus improvisasi, mengandalkan insting dan pengalaman. Tools seperti OSQuery atau Sigma memang sangat membantu untuk mencari IOC atau mendeteksi pola serangan. Tapi, pada akhirnya, pengalaman dan kepekaan sering kali lebih menentukan.
“Dalam threat hunting, tidak ada solusi bilingual di setiap langkah. Kadang, feeling dan observasi tajam jauh lebih penting dari teori atau tools.”
Saya pernah mengalami sendiri, ketika hunting sebuah insiden ransomware. Awalnya, tim terlalu fokus mengikuti template standar—mengandalkan IOC yang sudah ada, tanpa mencoba melihat pola unik dari penyerang. Akibatnya, ada satu payload yang lolos, karena kami tidak cukup berimprovisasi dan terlalu percaya pada checklist. Dari situ saya belajar, insting dan pengalaman lapangan sangat penting. Kadang, kamu harus berani keluar dari pola, mencoba pendekatan baru, dan percaya pada “feeling” ketika ada sesuatu yang terasa janggal.
- Membaca langkah musuh: Seperti catur, threat hunter harus bisa menebak strategi lawan dari setiap jejak digital.
- Antisipasi serangan: Jangan hanya reaktif, tapi pikirkan langkah ke depan.
- Improvisasi: Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan template. Kreativitas dan pengalaman sangat berharga.
- Waspada jebakan: Penyerang sering memancing reaksi predictable. Jangan mudah terpancing!
- Feeling dan observasi: Tools penting, tapi insting dan observasi kadang lebih tajam.
Jadi, dalam threat hunting, jangan hanya mengandalkan teori atau alat. Seperti main catur, kamu butuh kombinasi antara pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas untuk menangkap langkah penyerang sebelum mereka mencetak “skakmat” di sistemmu.
Jangan Lupa: Kolaborasi dan Integrasi dalam Dunia Nyata
Dalam dunia threat hunting, satu hal yang sering terlupakan adalah pentingnya kolaborasi dan integrasi antar tim. Meskipun threat hunting sering digambarkan sebagai aktivitas teknis yang dilakukan oleh individu dengan keahlian khusus, pada kenyataannya, hunting bukanlah olahraga individu. Anda membutuhkan tim lintas fungsi—mulai dari Security Operations Center (SOC), IT, hingga threat intelligence—yang saling berkoordinasi dan berbagi informasi secara aktif.
Kenapa Kolaborasi Antar Tim Itu Penting?
Setiap tim memiliki peran dan keahlian berbeda. Tim SOC biasanya fokus pada monitoring dan deteksi, tim IT mengelola infrastruktur, sedangkan tim threat intelligence menyediakan konteks dan analisis ancaman terbaru. Jika ketiganya berjalan sendiri-sendiri, proses hunting akan lambat dan tidak efektif. Misalnya, ketika hunting menggunakan OSQuery atau Sigma, hasil deteksi bisa saja tidak maksimal jika tidak ada masukan dari tim lain yang memahami pola serangan (TTP) atau indikator teknis (IOC) yang relevan.
Integrasi Tools dan Proses: Kunci Efektivitas
Integrasi antara berbagai sistem seperti SIEM (Security Information and Event Management), threat intelligence platform, automation tools, dan manual review sangat penting. Dengan integrasi yang baik, data dari berbagai sumber bisa dikumpulkan dan dianalisis secara otomatis, sehingga tim bisa lebih fokus pada investigasi mendalam. Misalnya, alert dari SIEM bisa langsung dikaitkan dengan threat intelligence untuk validasi, lalu diotomasi untuk triase awal sebelum dilakukan hunting manual.
Cerita Nyata: Kegagalan karena Kurang Kolaborasi
Ada satu kasus nyata yang sering dijadikan pelajaran: sebuah tim incident response gagal mendeteksi persistence malware karena mereka bekerja sendiri-sendiri. Tim SOC sudah melihat adanya anomali, namun tidak mengomunikasikan detail IOC ke tim IT. Sementara itu, threat intelligence punya informasi tentang TTP baru, tapi tidak pernah dibagikan ke tim lain. Akibatnya, malware berhasil bertahan di sistem selama berminggu-minggu tanpa terdeteksi.
Kolaborasi untuk Multi-Vector Alert
Serangan siber saat ini semakin kompleks dan sering melibatkan banyak vektor (multi-vector). Dalam situasi seperti ini, kolaborasi menjadi sangat krusial. Setiap tim harus siap berbagi temuan dan insight secara real-time agar bisa menangani alert berlapis dengan cepat dan tepat.
Evaluasi Workflow dan Knowledge Sharing
Agar hunting tetap efektif, lakukan evaluasi rutin terhadap workflow dan proses kolaborasi. Knowledge sharing juga wajib dilakukan secara berkala, baik melalui sesi diskusi, dokumentasi, maupun pelatihan internal. Dengan begitu, setiap anggota tim selalu update dengan teknik hunting terbaru dan tidak ada informasi penting yang terlewat.
Melampaui Deteksi: Threat Hunting sebagai Pendorong Transformasi Keamanan Siber
Dalam dunia keamanan siber yang terus berkembang, threat hunting bukan lagi sekadar aktivitas tambahan, melainkan menjadi inti dari strategi pertahanan digital modern. Jika selama ini banyak organisasi hanya mengandalkan deteksi otomatis berbasis Indicator of Compromise (IOC), kini pendekatan tersebut tidak lagi cukup untuk menghadapi serangan yang semakin canggih dan dinamis. Threat hunting mendorong perubahan mendasar: dari pola pikir reaktif menjadi proaktif. Anda tidak lagi hanya menunggu alarm berbunyi, tetapi secara aktif mencari dan mengidentifikasi ancaman sebelum mereka berkembang menjadi insiden besar.
Dengan melakukan threat hunting secara rutin, Anda membangun kultur keamanan yang lebih tangguh dan adaptif. Investasi pada tools seperti OSQuery dan Sigma, serta pelatihan tim untuk memahami teknik, taktik, dan prosedur (Tactics, Techniques, and Procedures/TTP) penyerang, adalah langkah strategis untuk masa depan organisasi. Tools ini membantu Anda menelusuri jejak digital, menganalisis pola serangan, dan mengidentifikasi anomali yang tidak terdeteksi oleh sistem otomatis. Dengan demikian, organisasi Anda tidak hanya mampu mendeteksi, tetapi juga memahami konteks serangan dan mengambil tindakan yang tepat.
Organisasi yang secara konsisten melakukan threat hunting terbukti lebih cepat pulih dari insiden dan lebih siap menghadapi tren ancaman yang diprediksi akan semakin kompleks di tahun 2025. Studi kasus pada skenario ransomware, misalnya, menunjukkan bahwa tim yang aktif melakukan hunting mampu mengidentifikasi aktivitas mencurigakan sejak dini, sehingga dapat memutus rantai serangan sebelum data terenkripsi atau dicuri. Kecepatan dan ketepatan respons ini menjadi keunggulan kompetitif di era digital.
Menurut saya, threat hunter adalah garda depan digital dan menjadi penanda kematangan security posture organisasi. Mereka tidak hanya mengandalkan data historis, tetapi juga memanfaatkan advanced analytics, AI, dan automasi untuk mempercepat proses identifikasi dan respons. Adopsi teknologi ini adalah game changer yang memungkinkan Anda menghadapi serangan dengan lebih efisien dan efektif.
Pada akhirnya, threat hunting bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendesak untuk memastikan keamanan data dan kelangsungan bisnis. Dengan membangun tim threat hunter yang terlatih, mengadopsi teknologi terbaru, dan menerapkan pendekatan proaktif, Anda telah berinvestasi pada masa depan organisasi yang lebih aman dan resilien terhadap segala bentuk ancaman siber.