
Kenapa Capek-Capek Bikin Bahasa Sendiri? Cerita, Alasan, dan Sedikit Pembangkangan
Pernah nggak sih, jam 2 pagi tiba-tiba bosan dengan JavaScript dan pengen bikin sesuatu yang… agak nyeleneh? Saya pernah, dan hasilnya adalah bahasa pemrograman mini yang sama sekali nggak berguna tapi bikin saya ketawa sendiri. Kadang coding itu butuh sedikit humor kan?
Bahasa Pemrograman Mini: Senjata Rahasia Developer
DSL atau Domain-Specific Language itu seperti bahasa pemrograman mini yang dibuat khusus untuk menyelesaikan masalah tertentu. Bayangkan ini sebagai senjata rahasia yang bisa membuat kode kamu jadi lebih pendek, lebih jelas, dan kadang-kadang bikin kamu terlihat seperti jenius di mata tim.
Tapi kenapa capek-capek bikin bahasa sendiri kalau sudah ada banyak bahasa pemrograman di luar sana?
Lihat Saja Perusahaan Besar
Perusahaan-perusahaan tech raksasa tidak hanya pakai bahasa yang sudah ada, mereka sering bikin DSL sendiri. Contohnya:
- SQL – bahasa khusus untuk database
- HTML – bahasa markup untuk web
- Regex – mini language untuk pattern matching
Semua ini adalah contoh DSL yang sukses. Mereka bukan bahasa pemrograman lengkap, tapi sangat poweful untuk domain spesifik.
DSL: Penyelamat atau Pembuat Masalah?
DSL yang bagus bisa membuat hidup developer jauh lebih mudah. Bayangkan harus menulis database query tanpa SQL, atau webpage tanpa HTML. Ngeri kan?
Tapi DSL yang buruk? Itu cuma menambah satu lagi bahasa yang harus dipelajari tim, dengan dokumentasi yang mungkin minim. Jadi hati-hati!
Mentalitas Pembangkang vs Pengikut Arus
Ada dua tipe developer: yang mengikuti arus dan yang membuat arus. Membuat bahasa sendiri itu sedikit bentuk pembangkangan—menolak batasan yang ada dan berkata, “Saya bisa bikin yang lebih baik!”
Kadang pembangkangan ini menghasilkan inovasi, kadang cuma menghasilkan proyek yang terbengkalai di GitHub. Tapi prosesnya selalu berharga.
Pengalaman Gagal yang Berharga
Waktu skripsi, saya sempat nekat ingin membuat DSL untuk mengotomatisasi pembuatan tugas. Idenya: tulis spesifikasi tugas dalam bahasa sederhana, dan sistem akan generate soal otomatis.
Hasilnya? Gagal total. Tapi dari kegagalan itu saya belajar tentang parsing, grammar, dan berapa banyak edge case yang ada dalam bahasa manusia.
Jadi, kalau kamu penasaran tentang membuat bahasa sendiri dengan Python dan Lark, lakukan saja! Mungkin nggak akan mengubah dunia, tapi dijamin prosesnya akan mengubah cara kamu memandang bahasa pemrograman selamanya.
Mengenal Lark: Bukan Hanya ‘Parser Generator’, Tapi Mesin Imajinasi
Pernah kepikiran bikin bahasa pemrograman sendiri? Dulu saya kira itu cuma buat orang-orang jenius dengan kopi yang selalu mendingin karena sibuk coding. Ternyata nggak juga!
Apa Sih Lark Itu?
Lark itu sebenernya parser generator untuk Python. Simpelnya, dia alat yang bikin kamu bisa menciptakan aturan bahasa sendiri, terus mengubah teks jadi struktur data yang bisa diproses komputer. Keren kan?
Buat kamu Python lovers, Lark ini rasanya seperti menemukan pisau Swiss di antara sendok-sendok kayu. Dia spesial karena fokus pada kemudahan penggunaan tapi tetap powerful.
Fitur Andalan yang Bikin Nagih
- Simplicity – Sintaksnya bersih, nggak perlu banyak kode boilerplate
- Support beragam grammar – Earley, LALR, CYK (pilih sesuai kebutuhan)
- Auto tree-building – Otomatis bikin pohon sintaks tanpa perlu ngoding extra
Yang paling aku suka, Lark itu ringan tapi nggak lemah. Ibarat motor bebek yang ternyata bisa dipakai motocross.
Contoh Simpel: Matematika Jadi Pohon
Misalnya kamu mau parsing ekspresi matematika “2 + 3 * 4”. Dengan Lark, kamu bisa mengubahnya jadi pohon sintaks (AST) yang paham bahwa “3 * 4” harus dikerjakan dulu sebelum ditambah dengan 2.
?expr: term | expr “+” term -> add term: factor | term “*” factor -> mul factor: NUMBER
Tanpa sadar, kamu baru saja membuat aturan grammar matematika!
Kenapa Lark Lebih Santai?
Dibanding ANTLR, PLY, atau Bison, Lark itu seperti teman yang nggak banyak drama:
- ANTLR: Powerful tapi mesti belajar Java dulu
- PLY: Pythonic tapi syntax-nya bikin pusing
- Bison: Veteran tapi rasanya seperti belajar bahasa alien
Lark? Cukup baca docs 5 menit, kamu udah bisa mulai ngoding.
Resep Mie Instan vs. Grammar Lark
Saat pertama lihat dokumentasi Lark di GitHub, jujur saya kaget. Instruksinya lebih gampang dipahami daripada baca resep mie instan. Mungkin karena pembuat Lark paham frustasi programmer.
Grammar itu bukan cuma buat bahasa manusia. Dengan Lark, kamu bisa menciptakan aturan syntax sendiri semudah bikin rules main boardgame bareng temen-temen.
Jadi… siap menciptakan bahasa pemrograman mini pertamamu?
Tanpa Rubik dan Tanpa Takut: Membongkar Anatomy Bahasa Sendiri
Dulu saya pikir membuat bahasa pemrograman itu seperti memecahkan kubus Rubik sambil naik sepeda—mustahil bagi orang biasa. Tapi ternyata, nggak serumit itu kok.
Dari Mimpi Jadi Kenyataan
Menulis grammar sendiri ternyata bukan cuma mimpi. Dengan tools seperti Lark di Python, kamu bisa mengubah ide abstrak jadi aturan konkret yang bisa dijalankan komputer.
Bayangkan bisa bikin aturan bahasa sendiri. Keren kan?
Tentukan Dulu Mau yang Seperti Apa
Sebelum mulai, tanyakan pada dirimu: bahasa ini untuk apa sih?
- Butuh bahasa untuk kalkulasi matematika cepat?
- Atau mungkin bahasa multi-fungsi untuk automasi task tertentu?
- Mau syntax yang mirip bahasa natural atau lebih teknis?
Kebutuhan kamu akan menentukan arah pengembangan grammar. Jangan asal ngoding aja!
Contoh Nyata: Dari Kata Jadi Perintah
Misalnya kamu ingin syntax yang ramah pengguna seperti ‘tambah 5, 3’. Parser kamu perlu memahami bahwa:
tambah x, y → melakukan operasi x + y
Dengan grammar yang tepat, komputer bisa “mengerti” perintah ini dan mengembalikan hasil 8. Simple banget, kan?
Seimbangkan Simplicity vs Power
Godaan terbesar adalah bikin bahasa super kompleks dengan banyak fitur. Jangan!
Mulai dengan yang simpel dulu. Kalau syntax kamu bikin pusing diri sendiri, gimana orang lain mau pakai?
Bahasa yang baik adalah bahasa yang mudah ditulis dan mudah dibaca.
Node-Tree: Anatomi Bahasa yang Asik
Salah satu konsep paling menarik adalah bagaimana parser mengubah kode jadi structure tree. Setiap bagian grammar—setiap kata, operator, atau ekspresi—jadi node dalam pohon eksekusi.
Inilah yang bikin saya excited! Melihat bagaimana ‘tambah 5, 3’ berubah jadi struktur data yang bisa diproses.
Pelajaran dari Kegagalan
Jujur aja, grammar pertama yang saya tulis berantakan banget. Lupa handle error parsing, dan hasilnya? Runtime error di mana-mana!
Rasanya mau nyerah… tapi justru dari situ saya belajar pentingnya error handling yang baik. Sekarang jadi lebih paham bagaimana compiler sebenarnya bekerja.
Berani mencoba membuat bahasa mini sendiri? Percayalah, prosesnya sama menyenangkan dengan hasilnya!
Python Bertemu Lark: Kode Sederhana untuk Impian Kreatif
Mau berkreasi membuat bahasa pemrograman mini tanpa ribet? Python dan Lark adalah kombinasi yang sulit ditandingi. Benar-benar seperti punya superpowers!
Memulai: Kemudahan yang Mengejutkan
Instalasi? Super cepat. Serius. Cukup ketik:
pip install lark
Itu saja! Tidak perlu konfigurasi rumit atau dependensi aneh yang bikin pusing.
Kode awal untuk membuat parser juga sederhana banget. Intinya hanya 3 langkah:
- Load grammar dari file atau string
- Parse input pengguna
- Lihat hasilnya langsung di console
Contoh Mini DSL untuk Operasi Matematika
Bayangkan kamu ingin membuat bahasa khusus untuk operasi matematika sederhana. Misalnya, pengguna bisa mengetik:
tambah 7, 3
Dan program akan mengembalikan hasil 10. Keren kan?
Lark membantu kamu mengubah input menjadi Abstract Syntax Tree (AST), lalu kamu tinggal mengimplementasikan fungsi eksekusinya:
from lark import Lark, Transformer grammar = “”” start: operasi operasi: “tambah” angka “,” angka angka: INT %import common.INT %import common.WS %ignore WS “”” class CalcTransformer(Transformer): def operasi(self, items): if items[0] == “tambah”: return items[1] + items[2] return 0 def angka(self, n): return int(n[0]) parser = Lark(grammar) hasil = parser.parse(“tambah 7, 3”) print(hasil) # Akan menampilkan parse tree
Tips Debugging yang Jarang Diketahui
Ketika kode tidak berjalan sesuai harapan, coba print hasil parse tree. Kadang bentuknya lucu dan bikin kamu tersenyum di tengah frustrasi debugging!
Pernah nih, satu baris grammar salah ketikan, alhasil parsing 100 input gagal total. Tapi dari kegagalan itu, malah berhasil menemukan bug di kode asliku yang sudah lama tersembunyi. Sebuah kebetulan yang menguntungkan!
Eksperimen Tanpa Batas
Jangan batasi imajinasimu. Kamu bisa mencoba:
- Operasi hitung kompleks
- Assign variabel (x = 10)
- Statements aneh ala bahasa favoritmu
- Bahkan buat bahasa pemrograman visual!
Semua dimulai dari grammar sederhana, lalu dikembangkan sesuai kebutuhan. Dalam pemrograman, kadang hal kecil bisa menciptakan keajaiban besar.
Mulai dari yang sederhana, lalu biarkan kreativitasmu mengambil alih. Bukankah itu esensi dari coding?
Ketika Bahasa Mini Membesar: Inspirasi Dunia Nyata dan Potensi Masa Depan
Pernahkah kamu berpikir bahwa bahasa pemrograman kecil yang tadinya hanya solusi sederhana bisa menjadi fenomena global? Ini bukan kisah fiksi.
Bahasa Mini yang Mendunia
Lihatlah di sekitar kita. SQL awalnya hanya bahasa query sederhana, kini menjadi tulang punggung hampir semua database. Regex yang tampak rumit itu? Alat pencari pola yang tak tergantikan. Bahkan Markdown yang sederhana telah merevolusi cara kita menulis konten digital.
Mereka semua bermula dari kebutuhan spesifik. Lalu membesar. Sangat membesar.
Strategi Perusahaan Besar
Tahukah kamu bahwa Google, Netflix, dan banyak tech giant memiliki DSL (Domain Specific Language) internal mereka sendiri? Mereka menciptakan “bahasa mini” untuk:
- Mempercepat proses deployment
- Mengotomatisasi workflow kompleks
- Menstandarisasi komunikasi antar tim
Shopify, misalnya, menciptakan Liquid template language yang kini digunakan jutaan merchant. Dari kebutuhan internal menjadi standar industri!
Potensi yang Sering Terabaikan
DSL bukan sekadar alat teknis. Mereka punya kekuatan mengubah:
- Workflow rutin menjadi lebih efisien
- Mendemokratisasi teknologi kompleks
- Membangun komunitas khusus di sekitar solusi tersebut
Saya teringat teman lama yang frustrasi dengan workflow DevOps timnya. Dia membuat bahasa kecil untuk mengotomatisasi deployment. Awalnya hanya untuk dirinya. Sekarang? Seluruh divisi menggunakannya. Bahkan mereka punya forum diskusi sendiri!
Masa Depan: Spesialisasi, Bukan Generalisasi
Masa depan pemrograman kemungkinan bukan tentang bahasa “sapujagat” yang bisa melakukan segalanya, tapi konstelasi bahasa-bahasa niche yang sangat baik dalam fungsi spesifiknya.
Kita akan melihat lebih banyak DSL untuk:
- Domain bisnis tertentu (fintech, healthtech)
- Perangkat khusus (IoT, wearables)
- Workload spesifik (data processing, visualisasi)
Tahu Kapan Berhenti
Meski membuat DSL sangat menarik, ingatlah bahwa tidak semua masalah membutuhkan bahasa baru. Berhentilah ketika:
Solusimu lebih kompleks daripada masalah yang ingin kamu pecahkan.
Buatlah DSL ketika benar-benar menyelesaikan masalah, bukan karena terlihat keren. Jangan buat bahasa pemrograman baru hanya karena kamu bisa.
Yang paling penting, bahasa mini yang bermanfaat adalah yang membebaskan pengguna
Wild Card: Pernah Kebayang Bahasa untuk Kucing? Analogi Absurd dan Studi Kasus Khayalan
Saya tau ini bakal kedengeran aneh. Tapi coba deh bayangin: kamu punya kucing yang super manja dan kamu pengen otomatin pemberian makannya. Hmm, gimana kalo bikin bahasa pemrograman khusus kucing?
Bahasa Pemrograman “MeowScript”
Anggap aja kita bikin sistem yang bisa mengerti perintah sederhana seperti:
beri_makan kucing jam 17:00
isi_air_minum 200ml setiap 6 jam
Konyol? Memang. Tapi tunggu dulu.
Sebenarnya banyak bahasa pemrograman lahir karena kebutuhan aneh dan spesifik. Selama ada use case yang jelas, kenapa nggak? DSL (Domain-Specific Language) memang seperti itulah sifatnya.
DSL: Alat Khusus di Bengkel Digital
Bayangkan DSL seperti alat khusus di bengkel. Nggak semua orang butuh obeng khusus untuk buka iPhone, tapi bagi teknisi servis? Itu barang wajib!
DSL juga begitu. Mungkin cuma segelintir orang yang pakai, tapi bagi mereka:
- Meningkatkan produktivitas drastis
- Mengurangi kesalahan pemrograman
- Membuat workflow jadi jauh lebih simpel
Dengan Python dan Lark, kamu bisa bikin parser untuk bahasa aneh semacam ini dalam waktu kurang dari sehari. Serius!
Ide Gila Lainnya: DSL untuk Klub Boardgame
Kamu suka main boardgame? Coba deh bikin DSL untuk scoring game favorit klubmu:
tambah_poin “Budi” 5 kartu_merah
kurangi_poin “Ani” 3 melanggar_aturan
Dengan syntax sederhana ini, perhitungan skor jadi lebih cepat dan akurat. Plus, bisa jadi bahan pamer ke temen-temen sekelompok. 😎
Tantangan Untukmu!
Yuk, coba desain syntax bahasa anehmu sendiri! Bisa untuk apapun:
- Resep masakan keluarga
- Jadwal menyiram tanaman
- Sistem log aktivitas harian
Intinya, jangan takut dengan ide-ide absurd. Terkadang, hal paling aneh justru yang paling berguna. Dan siapa tau, bahasa “main-main” yang kamu buat hari ini bisa jadi solusi serius untuk masalah besok.
Apakah kamu pernah kepikiran bikin bahasa sendiri? Mungkin ini saatnya mulai dengan Python dan Lark!
Membuka Mata: Pelajaran, Gagal Konyol, dan Tips Bertahan di Dunia Compiler DIY
Jujur aja, membuat compiler sendiri itu seperti naik roller coaster emosi. Kadang seru, kadang bikin frustrasi setengah mati. Saya masih ingat betapa konyolnya saat menghabiskan 3 jam debug hanya untuk menemukan bahwa masalahnya adalah satu koma yang hilang di grammar saya. Klasik!
Refleksi Kegagalan yang Mengajarkan
Grammar error? Cek. Parsing nyasar ke mana-mana? Double cek. Waktu debugging habis cuma buat cari koma yang kurang? Triple cek dengan muka merah. Tapi justru dari kegagalan-kegagalan itulah kita belajar paling banyak.
Contoh paling konyol? Waktu AST (Abstract Syntax Tree) hasil parsing saya cuma berisi ‘None’ dan saya panik. Ternyata… lupa menambahkan return statement di function handler. Satu jam debugging untuk masalah sepele. 🤦♂️
Tips Bertahan Hidup di Hutan Compiler
- Mulai kecil: Jangan langsung bikin grammar kompleks. Mulai dari grammar super sederhana, tambah rules perlahan-lahan.
- Bertahap: Pastikan setiap bagian bekerja sebelum menambahkan fitur baru. Jangan terburu-buru membuat semuanya lengkap dari awal.
- Test-case mini: Buat test-case sekecil mungkin untuk menguji setiap komponen. Percayalah, test-case rumit hanya mempersulit debugging.
- Print, print, print: Cetak hasil AST di setiap langkah. Lihat output di setiap tahap. Ini menyelamatkan hidup saya berkali-kali.
Belajar dari Komunitas
Tau nggak? Komunitas open-source itu penyelamat. Ketika saya nyaris menyerah, forum diskusi dan GitHub issues memberikan jawaban yang tak terduga. Belajar bareng, dapat insight, jauh lebih bermakna daripada hanya teori di buku teks.
“Error-error aneh yang kamu temui sebenarnya adalah guru terbaikmu dalam perjalanan membuat compiler.” – Pengalaman pribadi yang pahit namun berharga
Saran Akhir
Jangan takut gagal. Serius deh. Bahkan error teraneh sekalipun bisa jadi pelajaran berharga. Membuat bahasa pemrograman mini dengan Python dan Lark memang menantang, tapi sangat memuaskan ketika akhirnya berhasil.
Ingat: setiap programmer hebat pernah mengalami kesalahan konyol. Yang membedakan mereka adalah kegigihan untuk terus mencoba, belajar, dan tidak menyerah meski compiler mereka menjerit-jerit error.
Kamu juga pasti bisa. Selamat bereksperimen!